Rabu, 20 Juli 2016

Vertigo



Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi


  Vertigo merupakan subtipe dari “dizziness” yang secara defi nitif merupakan ilusi .
gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap
lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan berputar. Vertigo juga dirasakan sebagai suatu perpindahan linear ataupun miring, tetapi gejala seperti ini lebih jarang dirasakan. Kondisi ini merupakan gejala kunci yang menandakan adanya gangguan sistem vestibuler dan kadang merupakan gejala kelainan labirin. Namun, tidak jarang vertigo merupakan gejala dari gangguan sistemik lain (misalnya, obat, hipotensi, penyakit
endokrin, dan sebagainya)
EPIDEMIOLOGI
Dari keempat subtipe dizziness, vertigo terjadi pada sekitar 32% kasus, dan sampai dengan
56,4% pada populasi orang tua.1 Sementara itu, angka kejadian vertigo pada anak-anak tidak
diketahui,tetapi dari studi yang lebih baru pada populasi anak sekolah di Skotlandia,
dilaporkan sekitar 15% anak paling tidak pernah merasakan sekali serangan pusing dalam
periode satu tahun. Sebagian besar (hampir 50%) diketahui sebagai “paroxysmal vertigo
yang disertai dengan gejala-gejala migren (pucat, mual, fonofobia, dan fotofobia).

PATOFISIOLOGI
Etiologi vertigo adalah abnormalitas dari organorgan vestibuler, visual, ataupun sistem propioseptif. Labirin (organ untuk ekuilibrium) terdiri atas 3 kanalis semisirkularis, yang berhubungan dengan rangsangan akselerasi angular, serta utrikulus dan sakulus, yang berkaitan dengan rangsangan gravitasi dan akselerasi vertikal. Rangsangan berjalan melalui nervus vestibularis menuju nukleus vestibularis di batang otak, lalu menuju fasikulus medialis (bagian kranial muskulus okulomotorius), kemudian meninggalkan traktus vestibulospinalis (rangsangan eksitasi terhadap otot-otot ekstensorkepala, ekstremitas, dan punggung untuk mempertahankan posisi tegak tubuh). Selanjutnya, serebelum menerima impuls aferen dan berfungsi sebagai pusat untuk integrasi antara respons okulovestibuler dan postur tubuh. Fungsi vestibuler dinilai dengan mengevaluasi refleks okulovestibuler dan intensitas nistagmus akibat rangsangan perputaran tubuh dan rangsangan kalori pada daerah labirin. Refleks okulovestibuler bertanggung jawab atas fiksasi mata terhadap objek diam sewaktu kepala dan badan sedang bergerak. Nistagmus merupakan gerakan bola mata yang terlihat sebagai respons terhadap rangsangan labirin, serta jalur vestibuler retrokoklear, ataupun jalur vestibulokoklear sentral. Vertigo sendiri mungkin merupakan gangguan yang disebabkan oleh penyakit vestibuler perifer ataupun disfungsi sentral oleh karenanya secara umum vertigo dibedakan menjadi vertio perifer dan vertigo sentral. Penggunaan istilah perifer menunjukkan bahwa kelainan atau gangguan ini dapat terjadi pada end-organ (utrikulus maupun kanalis semisirkularis) maupun saraf perifer. Lesi vertigo sentral dapat terjadi pada daerah pons, medulla, maupun serebelum. Kasus vertigo jenis ini hanya sekitar 20% - 25% dari seluruh kasus vertigo, tetapi gejala gangguan keseimbangan (disekulibrium) dapat terjadi pada 50% kasus vertigo. Penyebab vertigo sentral ini pun cukup bervariasi, di antaranya iskemia atau infark batang otak (penyebab terbanyak), proses demielinisasi (misalnya, pada sklerosis multipel, demielinisasi pascainfeksi),tumor pada daerah serebelopontin, neuropati kranial, tumor daerah batang otak, atau sebabsebab lain.
Beberapa penyakit ataupun gangguan sistemik dapat juga menimbulkan gejala vertigo. Begitu pula dengan penggunaan obat, seperti antikonvulsan, antihipertensi, alkohol, analgesik, dan tranquilizer. Selain itu, vertigo juga dapat timbul pada gangguan kardiovaskuler (hipotensi, presinkop kardiak maupun non-kardiak), penyakit infeksi, penyakit endokrin (DM, hipotiroidisme), vaskulitis, serta penyakit sistemik lainnya, seperti anemia, polisitemia, dan sarkoidosis. Neurotransmiter yang turut berkontribusi dalam patofi siologi vertigo, baik perifer maupun sentral, di antaranya adalah neurotransmiter kolinergik, monoaminergik, glutaminergik, dan histamin. Beberapa obat antivertigo bekerja dengan memanipulasi neurotransmiter-neurotransmiter ini, sehingga gejala-gejala vertigo dapat ditekan. Glutamat merupakan neurotransmiter eksitatorik  utama dalam serabut saraf vestibuler. Glutamat ini memengaruhi kompensasi vestibuler melalui reseptor NMDA (N-metil-D-aspartat).
Reseptor asetilkolin muskarinik banyak ditemukan di daerah pons dan medulla, dan akan menimbulkan keluhan vertigo dengan  memengaruhi reseptor muskarinik tipe M2,sedangkan neurotransmiter histamin banyak ditemukan secara merata di dalam struktur vestibuler bagian sentral, berlokasi di predan postsinaps pada sel-sel vestibuler.



Referensi

Wahyudi, Kupiya Timbul. 2012. Vertigo. Diakses melalui www.kalbemed.com pada tanggal 14 Juli 2016
Load disqus comments

0 komentar